Penerapan Knowledge Management di Dunia Bisnis dan Industri
Keberhasilan sebuah perusahaan salah satunya diukur oleh usia perusahaan tersebut. Usia ini antara lain menggambarkan daya tahan suatu perusahaan dalam kompetisi. Dalam era moderen ini kompetisi antar perusahaan semakin ketat. Gambaran ketatnya persaingan yang diindikasikan oleh usia perusahaan dapat diinterpretasikan dari keterangan Ellen dan De Geus. Ellen de Rooj dari Stratix Group di Amsterdam, seperti dikutip Jan Hidayat dan Donald Crestofel dalam bukunya Knwled Management (2006: 19) dari De Geus dalam bukunya TheLiving Company (1997), menyatakan bahwa rata-rata ekspektasi hidup perusahaan-perusahaan di Eropa hanya 12,5 tahun. Bahkan menurutnya di beberapa negara, 40% dari semua perusahaan yang baru didirikan hanya berumur kurang dari 10 tahun. Sementara Sangkala (2006: 2) mengutip majalah Fortune 500 menyebutkan bahwa “25% perusahaan bangkrut setiap 10 tahun”. Padahal, walaupun jumlahnya yang amat sedikit, beberapa perusahaan berumur panjang. Termasuk yang terakhir ini adalah Stora (Swedia, 800 tahun), Sumitomo (Jepang, 400 tahun), Du Pont (AS, 195 tahun). Pilkington (Inggris 171 tahun).
Berdasarkan fenomena di atas timbul pertanyaan “nilai apa dibalik kompetisi antar perusahaan yang menyebabkan kebanyakan perusahaan berumur pendek, dan mengapa pula ada yang berumur panjang ?”. Kompetisi perusahaan, pemenangannya ditentukan oleh banyak faktor. Paul L Tobing (2007: 5) menyebutkan bahwa faktor-faktor itu ialah, kolaborasi, inovasi, adaptasi, penguasaan teknologi dan pasar serta pengelolaan aset-aset intelektual perusahaan. Hal yang terakhir ini, yaitu pengelolaan aset-aset intelektual, atau yang dikenal juga dengan knowledge, dipastikan memiliki peran yang amat penting. Apalagi jika mau ditelusur lebih lanjut empat faktor selebihnya juga tidak dapat dijauhkan dari knowledge. Jadi sesungguhnya kunci bagaimana sebuah perusahaan dapat berumur panjang adalah kuatnya knowledge dan kecanggihan pengelolaannya (knowledge management). De Geus (Jan Hidayat dan Donald Crestofel, 2006: 20) menyebutkan bahwa perusahaan yang berumur panjang memiliki karakter sebagai perusahaan yang hidup (the living company). Ia mengibaratkan perusaan jenis ini sebagai perusahaan yang memiliki atribut-atribut sebagai makluk hidup (organik). Perusahan seperti itu bertingkah laku sebagai layaknya mahluk hidup atau entitas yang hidup. Dengan metafor seperti itu ia ingin mengatakan bahwa perusahaan akan berumur panjang jika perusahaan itu memiliki kemampuan untuk menjadi perusahaan yang belajar (organisasi pembelajaran). Roos mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian dan kajian literatur, perusahaan seperti itu telah menjadikan pengetahuan (knowledge) sebagai modal. Bahkan menurut Sullivan, dalam hal itu knowledge bukan hanya dijadikan sebagai modal, lebih dari itu, pengetahuannya itu (modal intelektualnya) telah ditempatkan sebagai modal utamanya. Karena itu, ia menyebut perusahaan demikian sebagai knowlwdge company (Sangkala, 2006: 3).
Terdapat beberapa alasan kuat, mengapa knowledge menjadi kunci keberhasilan dalam persaingan dan menyebabkan usia panjang perusahaan. Diantaranya ialah: Pertama, kegiatan penting perusahaan ternyata sangat terkait dengan knowledge management. Membuat keputusan, menciptakan dan menghasilkan produk, serta memberikan layanan kepada pelanggan, semuanya memerlukan knowledge. Melalui seranngkaian hasil penelitian terungkap bahwa kemampuan perusahaan bertahan lama dan berkembang bukan ukuran dan keberuntungannya, melainkan karena kemampuannya beradaptasi yang lebih cepat terhadap perubahan kondisi tuntutan lingkungannya, terus menerus melakukan inovasi, dan mengambil keputusan yang tepat untuk bergerak menuju yang diharapkannya. Semua itu terjadi karena kemampuan knowledge management dari perusahaan itu (Sangkala, 2007: 3) . Kedua, adanya perubahan orientasi dalam memandang sumberdaya perusahaan sebagai faktor produksi (Sangkala, 2007: 310). Dalam hal ini terutama perubahan yang akhirnya memandang manusia bukan lagi dari sisi fisik, malainkan sebagai kualitas fikiran, atau kualitas knowledge.
Seperti telah diketahui, Alfin Tofler (1980) telah membagi era ekonomi menjadi tiga gelombang, yaitu ekonomi pertanian (8000 Th SM – abad 18) yang disebut juga era manual, ekonomi industri (pertengahan abad 18 – abad 20) yang juga dikenal dengan era mesin industri, dan information economy atau ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge economy). Dalam perspektif tersebut, paradigma manausia sebagai sumberdaya (kapital) perusahaan berubah secara berturut-turut sebagai berikut: manusia sebagai otot (energi fisik), manusia sebagai keterampilan menggunakan mesin, dan manusia sebagai kualitas pikiran (knowledge content) (Jan Hidayat dan Donald Crestofel, 2006: 1-2). Daya tahan dan kemajuan diperoleh perusahaan justru ketika perusahaan melaksanakan aktivitasnya dengan meletakkan manusia sebagai knowledge content. Dari penelitian terakhir oleh John Kendrik (1998), memang diperoleh data pergeseran terhadap tingkat pentingnya knowledge sebagai modal tak tampak (intangible assets), yaitu 70% dibandingkan 30% persen untuk tangible assets. Kondisi ini berbalik dengan apa yang terjadi pada tahun 1929, dimana tangible assets justru pada posisi 70%
Kebutuhan PTAI Terhadap Knowledge Management
Seperti diungkapkan di atas, knowledge merupakan kunci untuk memenangkan persaingan. Tetapi, yang dibutuhkan sesungguhnya adalah lebih dari itu, yaitu pengelolaan knowledge atau knowledge management. Knowledge management “adalah sistem pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja prima” (Nungky, 15). Dalam dunia pendidikan yang ternyata penuh persaingan, maka PTAI jelas memerlukan kemampuan KM.
Namun demikian, PTAI memerlukan KM bukan hanya dalam rangka persaingan dalam pengertian negatif, menentukan hidup mati lembaga, KM juga diperlukan oleh PTAI antara lain untuk hal-hal berikut: menjalankan transformasi, mempercepat pemekaran, dan membangun keunggulan.
PTAI Swasta mungkin benar-benar berhadapan dengan persaingan. Apalagi beberapa diantaranya berlokasi cukup berdekatan, dan dengan program studi yang relatif sama. PTAI Negeri dapat dikatakan tidak merasa khawatir dengan kompetisi itu, karena kelangsungan hidupnya sepertinya pasti dijamin oleh pemerintah. Namun demikian, selain dalam rangka kompetisi yang menyangkut kelangsungan hidup, lembaga pendidikan yang dinamis selalu memiliki keinginan untuk melakukan transformasi. Biasanya sebuah “Sekolah Tinggi” ingin berkembang menjadi “Institut” atau bahkan kemudian menjadi “Universitas”. Lembaga pendidikan yang progresif juga selalu menghendaki pemekaran, memperluas dan memperbanyak jurusan, program studi dan bahkan kampus. Kebutuhan akan adanya unggulan juga dimiliki oleh kebanyakan pendidikan yang serius. Keunggulan selain untuk memperkuat daya saing juga acapkali sebagai penguatatan identitas.
Semua itu membutuhkan dukungan management knowledge yang tangguh. Adakalanya keinginan untuk tetap eksis atau sedikit perkembangan dapat dipenuhi dengan hanya memanfaatkan atau mengambil keuntungan dari kelemahan-kelemahan regulasi dan monev yang ada, atau berlindung pada sikap sosial non profesional dan ketidaktegasan (ke”baikhati”an atau “belaskasih”an) pemerintah semata. Namun langkah seperti itu selain tidak produktif, juga akan mudah tergoda dengan langkah-langkah tidak terpuji dan tidak standar. Langkah permanen yang perlu dilakukan ialah dengan mengadopsi atau mengadaptasi pengalaman dunia industri dan bisnis, yaitu dengan memperkuat knowledge management.
Belajar dari pengalaman dunia bisnis atau industri, beberapa langkah yang dapat dilakukan PTAI untuk memperkuat management knowledge adalah:
1. Membangun dan Mengembangkan Tradisi Belajar
Sekalipun PTAI merupakan lembaga pendidikan, tidak dengan sendirinya telah tumbuh didalamnya tradisi belajar, khususnya dalam pengelolaan lembaga. Realitasnya, tradisi belajar yang intensif justru telah ditumbuhkan dan dikembanhgkan lebih awal pada organisasi bisnis ataupun industri.
Langkah ini merupakan langkah adaptif menghadapi persaingan yang ketat dalam suasana perubahan yang cepat. Dengan itu diharapkan akan terjadi proses permanen dalam pertukaran (sharing) , kolaborasi serta pengembangan pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan nilai-nilai dalam lembaga, yang menjadikan lembaga semakin dinamis, produktif, dan efektif. Wujud konkrit dari adanya tradisi belajar yang dikehendaki adalah eksisnya semangat kebersamaan dalam berbagi pengetahuan dalam arti yang seluas-luasnya. Probst, Raub, dan Romhardt dalam bukunya Managing Knowledge: Building Blocks for Success (2000) menyatakan bahwa unuk menciptakan kebersamaan dalam berbagi pengetahuan diperlukan tiga kondisi, yaitu: (1). Interaksi. Pengetahuan kolektif berada dalam hubungan antar individu, bukan di masing-masing individu, (2). Transparansi. Setiap keahlian terungkap dan tampak secara leluasa, (3). Integrasi. Setiap individu menjadi bagian dari upaya pemecahan masalah secara bersama. (Miranda S. Gultom, 2008: 18).
Untuk menciptakan kondisi seperti yang disyaratkan Probs dkk. tersebut bukanlah sesuatu yang mudah. Kenyataannya, dari pengalaman beberapa perusahaan, memerlukan langkah-langkah pasti yang berkesinambungan. Sulitnya usaha tersebut dapat dimengerti, karena unsur utama dari tradisi belajar dan tujuan yang diharapkan darinya adalah “perubahan”. Sesuatu yang lumrahnya mendapat resistensi dan membutuhkan proses. Membentuk tradisi belajar adalah “perubahan” dari pengabaian menjadi penekanan dan care pada pengetahuan. Berikutnya, tujuan dari adanya tradisi belajar itu ialah “perubahan” dalam menangani masalah-masalah yang dihadapi. Yaitu “perubahan” dari penanganan yang “asal jadi” menjadi pemecahan masalah secara terukur dan terstandar berdasarkan pengetahuan yang berkualitas. Sikap mental seperti ini tidak dapat diciptakan dengan segera apalagi serta merta.
Bank Indonesia memerlukan waktu beberapa tahun untuk mewujudkan tradisi belajar didalam lembaganya. Gerakan yang dimulai tahun 2002 baru dirasakan hasilnya setidaknya sesudah tahun 2006. Itupun memerlukan banyak biaya dan menggunakan berbagai kiat. Salah satu yang dilakukan, seperti diungkap dalam buku Mencairkan Gunung Es, ialah dengan membentuk “Mitra Perubahan” yang tidak lain orang-orang terpilih, dengan kriteria tertentu, untuk menghidupkan kebersamaan dalam pengetahuan, pengalaman, skill, dan nilai. Bahkan dengan menciptakan tokoh asosiasi yang diberi nama Spektro, sebagai cermin ideal manusia pembelajar.
Pengelolaan KM dalam perusahaan
Terminologi tentang Knowledge Management (KM) pada dasarnya mempunyai arti sebuah proses untuk meng-optimalisasi kekayaan intelektual di suatu organisasi untuk kepentingan organisasi. Keberadaan KM di sebuah organisasi tidak secara langsung dapat terlihat hasilnya karena beberapa hal yang berkaitan dengan Kekayaan Intelektual (Intelektual capital) yang di dalamnya terdiri dari komponen utama yaitu : human capital , Social capital, dan Corporate capital. Ketiga komponen ini merupakan komponen inti dari enterprise knowledge. Ketika salah satu dari ketiga komponen tadi tidak dapat dipenuhi oleh sebuah organisasi maka bisa dibilang implementasi dari KM ini akan gagal.
Dalam kesempatan kali ini saya akan menjelaskan masing-masing dari ketiga komponen tersebut.
1. Human Capital (Kekayaan sumber daya manusia)
Kekayaan sumber daya manusia merupakan kekayaan yang paling besar dan paling berpengaruh terhadap pengembangan KM di sebuah organisasi. Masing-masing individu di sebuah organisasi mempunyai sumber daya yang disesuaikan dengan kemampuan dan pengetahuan yang saat ini dimilikinya. Seringkali kondisi pengelolaan kemampuan intelektual dari setiap individu selalu dipegang dan hanya dikembangkan oleh 1 orang tertentu saja. Hal ini berakibat ketergantungan terhadap 1 orang ini akan sangat tinggi dan ketika sudah saatnya dia menyatakan keluar (resign) perusahaan akan kelabakan karena sangat tergantung pada kemampuan skill-nya.
2. Corporate Capital (Kekayaan milik korporasi)
Di dalamnya termasuk kekayaan intelektual (Intellectual Property) baik itu formal maupun informal seperti contohnya adalah : source code, paten, ide, merek dagang dan lain sebagainya, terutama yang berkaitan dengan sesuatu hal yang bisa menjadikan kekayaan ini sebagai sumber daya potensial untuk perusahaan agar bisa dikenal dan dianggap sebagai kekuatan utama di dunia luar.
3. Social Capital (Kekayaan sosial)
Bagian kerja dari sebuah perangkat komunikasi di sebuah perusahaan di dalamnya termasuk ketersediaan hubungan antar manusia menggunakan Virtual Network dan juga interaksi antar setiap komponen sosial yang ada di dalam perusahaan.
Menurut Alex Bennet, seorang pendiri US based research and Educational Center Mountain Quest Institue dan sekarang merupakan deputi CIO dan Chief knowledge Officer dari US Department of Navy, ketiga komponen ini harus saling berkaitan dan secara pararel harus mendapatkan perhatian yang khusus jika ingin sebuah organisasi dibilang berhasil dalam pengelolaan KM. Menurut Alex ada 5 kategori tantangan yang harus dihadapi dalam pengelolaan KM diantaranya adalah :
1. Teknologi : berkaitan erat dengan beberapa hal yaitu memberdayakan, mem-fasilitasi dan menyebar luaskan inovasi keseluruh organisasi.
2. Isi (Content) : berkaitan dengan nilai, relevansi dan keadaan informasi yang terkini
3. Proses : berkaitan dengan pengelompokan, pengumpulan, penyelarasan (synchronize), menganalisa dan penyebaran informasi.
4. Budaya (culture) : berkaitan dengan komitmen, memberikan informasi ke orang lain (sharing) , saling bertukar (exchange) dan membangun hubungan (relationship).
5. Pembelajaran (Learning) : berkaitan dengan membangun kontekstual, membuat dan mengembangkan proses transfer ilmu.
Ada beberapa best practice yang dapat dilakukan untuk meng-implementasikan Knowledge Management di sebuah organisasi :
1. Identifikasi mana “Nilai” yang paling tinggi dari sebuah organisasi di sesuaikan dengan kebutuhan organisasi tersebut untuk dapat meningkatkan nilai perusahaan itu di dunia luar. Contohnya adalah perusahaan yang bergerak di bidang IT Solutions harus selalu meningkatkan kemampuan mengelola portfolio apa yang sudah pernah mereka lakukan agar lebih dikenal di kalangan industri yang menggunakan jasa-nya. Dengan kemampuan mengelola portfolio di perusahaan berbasis IT Solutions dapat dipergunakan untuk kalangan internal agar dapat mencontoh success stories dari sebuah solusi yang pernah dikembangkan sebelumnya. Selain itu kegagalan-kegagalan yang terjadi dapat juga dijadikan sebagai senjata agar mereka tidak kembali mengulang kegagalan yang sudah pernah mereka dapat sebelumnya.
2. Penjelasan yang detail belum tentu penting. Sebuah penjelasan yang terlalu “dalam” dari sebuah hirarki di dalam akar pengetahuan di organisasi dapat membuat terlalu banyaknya pekerjaan yang tidak penting dilakukan oleh seorang pengelola KM di organisasi. Oleh karena itu harus dilakukan pengamatan terlebih dahulu antara pengembangan keluasan dan kedalaman pengetahuan disesuaikan need and demand dari sebuah organisasi.
3. Buka Forum untuk mencari pola. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk organisasi jika ingin menemukan pola yang tepat dari sebuah pendekatan yang sistematis untuk tukar menukar informasi jika hanya mengandalkan pengamatan belaka. Diperlukan sebuah perangkat tools yang sanggup untuk menjembatani proses tukar menukar informasi tadi, salah satu yang cukup mewakili adalah Blog dan Wiki. Kedua tools tadi dapat dijadikan sebagai ajang untuk mewakili suara dari setiap karyawan organisasi untuk membahas sebuah topik secara bertanggung jawab demi kepentingan perusahaan dengan mengurangi hambatan waktu dan tempat dalam pembahasan sebuah topik yang bersifat terbuka.
4. KM harus sejalan dengan penerapan bisnis. Sebuah proses pekerjaan di organisasi seharusnya mempunyai standar kerja yang dijadikan sebagai patokan kecepatan dan kualitas pekerjaan tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan bisnis yang cepat. Proses KM yang benar dapat mempercepat waktu tempuh dalam pembuatan proses bisnis secara keseluruhan, sehingga dapat dijadikan alat pengukuran bagaimana mengetahui KM dapat memberikan ROI (Return of Investment) terhadap organisasi penaung-nya. Itu adalah tantangan bagi para praktisi informasi untuk dapat mencari cara-cara yang paling tepat agar mereka dapat melakukan efesiensi pekerjaan dalam mencari informasi yang tepat dan cepat.
Mengembangkan Organisasi Knowledge Driven: Studi Kasus Buckman Laboratories
Buckman Laboratories’ KM
Kebutuhan Buckman di dalam mengembangkan KM berawal dari tingginya tingkat pertumbuhan pabrik dunia yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan bahan kimia, namun di sisi lain memiliki keterbatasan jumlah ahli/ expert kimia. Sebagai gambaran, BL memiliki 1400 pegawai, memiliki 23 perusahaan yang tersebar di seluruh dunia, dengan pelanggan yang tersebar di 80 negara yang menggunakan 15 bahasa berbeda.
Kondisi yang tidak ideal ini dipandang oleh Buckman sebagai masalah serius. Buckman yang pada masa itu (1971) diangkat menjadi CEO melihat jika permasalahan ini tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan risiko tersendiri bagi perusahaan, yakni: (1) keluarnya expert dari organisasi akan menimbulkan kerugian perusahaan atas hilangnya ilmu yang dimiliki sang expert; dan (2) tingginya jam berpergian expert ke seluruh dunia akan menyebabkan berkurangnya waktu para expert di tengah-tengah keluarga.
Buckman memulai dengan upaya meng-install perangkat IT. Pada tahun 1983-an tidak ada barang yang murah di dalam dunia IT. Kemudian diadakan server yang khusus menyimpan data dan diharapkan pengetahuan tersebut dapat tersebar dan dapat ditransfer bagi yang membutuhkan. Ternyata inisiasi tersebut tidak membuahkan hasil karena terbatasnya akses (hanya dimiliki oleh kantor pusat), dan kelemahan lain adalah sifatnya tidak mobile dimana sebetulnya orang-orang yang bekerja di lapangan yang paling membutuhkannya.
Tahun 1986, Buckman membangun network, dimana masing-masing pegawai memiliki PC. Upaya ini tak juga membuahkan hasil karena adanya ketakutan pegawai akan penyalahgunaan informasi. Pengamanan yang berlapis enam akhirnya dijalankan sedemikian rupa oleh Buckman agar informasi dapat mengalir pada jajaran yang berada di level yang lebih rendah.
Tingginya tingkat mobilitas associate BL menuntut teknologi yang lebih canggih. Buckman kembali berinvestasi dengan menggunakan email. Kerepotan yang harus dihadapi BL adalah email hanya dapat digunakan di negara setempat, artinya email tidak bisa digunakan apabila user berpindah-pindah negara.
Belajar dari investasi yang mahal tersebut, Bukman mendapatkan karakteristik penting dari sistem sharing knowledge:
• mengurangi jumlah transmisi hingga menjadi satu saja sehingga ilmu tidak terdistorsi dan langsung dapat diterima
• memberikan akses knowledge kepada siapa saja
• membiarkan ilmu ditransfer dalam berbagai bahasa
• memastikan sistem bekerja dengan baik sehingga dapat digunakan oleh siapapun dan kapanpun juga
• menggunakan sistem yang mudah dipahami
Di tahun 1990-an inisiasi Buckman tidak lagi diiringi dengan pertumbuhan investasi di bidang IT, namun lebih kepada pengembangan Organizational Development (OD). Divisi khusus Knowledge Transfer (KT) mulai dibentuk guna merespon merespon kebutuhan pengetahuan global terkait dengan perencanaan dan pengelolaan sumber daya terhadap sebaran pengetahuan industri, teknikal dan pasar. KT berperan dalam memastikan dimudahkannya akses dan sharing terhadap best practice diantara Buckman Associates.
Berangkat dari keberhasilan divisi KT maka Buckman kemudian membentuk ”Learning Center”, atau semacam universitas yang dibentuk di dalam korporasi. Transfer pengetahuan yang diformalkan ini menjadikan proses transfer pengetahuan lebih terstruktur dan sistematis, dan bagi Buckman memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan inisiasi Buckman sebelumnya. Sebagai gambaran, Buckman dapat menekan “learning cost” dari US $ 1000/ jam yang terjadi pada kuartal 1 tahun 1998 menjadi US $2/ jam pada tahun 2000. Dan efek dari knowledge sharing yang digalakkan Buckman adalah meningkatnya proporsi produk baru terhadap total sales, yakni dari 13% per tahun 1997 menjadi 34% pada tahun 2000.Seiring dengan berjalannya waktu, Bukman menyadari bahwa memupuk kepercayaan diantara jajaran merupakan hal yang paling mendasar agar budaya knowledge sharing melembaga di dalam organisasi. Bagi Buckman, instalasi IT merupakan sesuatu hal yang paling mudah dilakukan namun tidak memberikan nilai tambah bagi peningkatan knowledge sharing.
kesimpulan
Dari kasus di atas kita mendapatkan tiga pelajaran dari implementasi KM oleh Bukman, yakni: pertama, Buckman pada awalnya telah berinvestasi secara besar-besaran di bidang teknologi IT, namun ternyata hal tersebut tidak efektif di dalam menciptakan organisasi berbasis KM; kedua, komitmen dan upaya Buckman di dalam menanamkan kepercayaan diantara jajarannya secara berkesinambungan dan tidak kenal lelah, disadari atau tidak, sebenarnya merupakan fondasi KM; ketiga, inisiasi Buckman di bidang OD memuluskan upaya menginstitusikan budaya KM melalui divisi-divisi khusus serta IT sebagai “enabler”-nya.
Sehingga sangatlah tepat apabila di tahun-tahun perkembangan organisasi BL telah menjadi organisasi terdepan yang diakui dunia sebagai “Most Admired Knowledge Enterprise”. Organisasi yang digerakkan pengetahuan (knowledge driven) dimana organisasi ini menjadi oase bagi jajaran untuk berbagi pengetahuan!
Knowledge Sharing ala PT Pembangkit Jawa Barat
Bagaimana PJB mengelola SDM hingga, mutasi, promosi atau saat ditinggal tenaga ahli pensiun, tidak kehilangan pengetahuan-pengetahuan teknis itu?
Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa PJB adalah anak perusahaan PT PLN (Persero) yang memproduksi pasokan listrik yang peranannya dalam kehidupan sehari-hari sangat vital. Sebagai perusahaan pembangkit listrik yang besar dan punya unit pembangkit yang terpisah-pisah karyawan PJB memang dituntut teliti dalam melakukan kegiatan produksi. Tidak boleh melakukan kesalahan sekecil apapapun.
Kemampuan mengatasi kesalahan yang pernah terjadi harus jadi pengetahuan berharga. Tujuannya jelas, agar kesalahan tidak terulang lagi. Kita tahu bagaimana mencegahnya.
Kesadaran itulah yang mendorong PJB menerapkan knowledge management (KM). Kami tidak ingin pengetahuan dan kompetensi yang sangat berharga lepas dari perusahaan seiring dengan mutasi (perpindahan) atau habisnya masa tugas para tenaga ahli (expert) di perusahaan. Management tidak ingin fenomena knowledge drainage itu terus berlangsung. Kami harus melindungi pengetahuan itu.
Pengetahuan dianggap jadi aset?
Betul. Pengetahuan karyawan merupakan aset berharga bagi perusahaan. Pengelolaan asset pengetahuan tersebut dikelola dan didokumentasikan dalam dokumen perusahaan yang dihimpun dalam portal Knowledge Management PT PJB. Pengetahuan itu yang menunjang keunggulan organisasi.
Bagaimana knowledge management bisa mencegah knowledge drainage itu?
Pada masa awal dimulai penerapannya adalah dengan membangun budaya sharing knowledge melalui “Media Klub Pustaka” . Selanjutnya mulai dikembangkan di seluruh unit. Tujuannya mengubah paradigma knowledge is a power yang lebih menekankan pada individualistik, menjadi knowledge sharing is a power yang berorientasi pada kolaborasi.
Kegiatan lain, setiap karyawan yang dikirim perusahaan untuk mengikuti pelatihan, sekembalinya di kantor harus men-share ilmu yang telah di dapat kepada rekannya di kantor atau seorang karyawan yang telah membaca buku (ilmu) baru dapat men-share ilmunya kepada rekannya yang lain.
Lantas apa nilai hakiki dari knowledge management?
Sharing knowledge atau tersebarnya pengetahuan di seluruh organisasi yang dikelola secara optimal adalah nilai hakiki dari knowledge management. Management PJB yakin, untuk bisa menjawab semua tantangan organisasi harus mampu mengelola intangible asset. Apa itu? Itu adalah competency dan knowledge organisasi menjadi sebuah corporate value.
Peran dari Subdit Knowledge Management adalah sebagai promotor dan fasilitator pembelajaran bagi seluruh karyawan di Kantor Pusat dan Unit-Unit PT PJB.
Pada tahap sekarang implementasi knowledge management seperti apa? Kegiatan berbagi pengetahuan tetap kami jalankan. Tapi bentuknya kini lebih fokus, misalnya, membangun CoP (community of practices) untuk men-generate problem solving di unit. Jadi pengetahuan yang dibagi bukan hanya teori tetapi juga praktik mengatasi masalah.
Untuk melengkapi, kami juga membangun portal KM untuk menampung hasil CoP dan sarana diskusi on-line, menampung database expert dan standar (SOP, manual kerja) di unit.
Portal itu telah disusun lebih user friendly sebagai data base knowledge organisasi dan juga sebagai sarana knowledge sharing.
Kami juga meng-capture competency expert melalui buku expert . Selanjutnya best practices dari masing-masing unit ini kita sharing ke dalam kegiatan PGD (Peer Group Discussion) yang dikelola KM korporat dan diikuti oleh seluruh unit PJB yang diadakan secara berkala setiap 3 bulan sekali.
Dari segi teori penerapan knowledge management sangat mudah. Praktiknya pasti tidak sederhana? Itu pasti, menumbuhkan budaya berbagi pengetahuan jelas tidak mudah. Tetapi PJB ini termasuk sangat beruntung karena penemuan baru dalam bidang teknologi pembangkitan relatif tidak terlalu cepat dibanding perkembangan teknologi di bidang IT. Sehingga fokus KM PJB adalah “belajar dari kegagalan masa lalu” dan menemukan “best practices” di internal proses bisnis PJB.
Bagaimana membuat program knowledge management bisa diterima semua pihak?
Seperti kita tahu tidak mudah merubah budaya organisasi. Namun dengan membangun perubahan pada kelompok kecil (CoP) dan kemudian semua orang melihat manfaatnya, sehingga lebih mudah mentransfer-nya kepada kelompok yang lebih besar (seluruh organisasi).
Sosialisasi program kegiatan KM melalui madding dan majalah internal INFO PJB juga turut berperan dalam membuat program knowledge management bisa diterima semua pihak
Bagaimana memacu agar semua tingkatan bisa memahami arti penting knowledge management?
Untuk memacu itu, PJB melalui pendekatan sistem, yaitu dengan ditetapkannya Key Performance Indicator (KPI) 2008 yang salah satunya adalah mewajibkan kepada seluruh unit untuk mengimplementasikan knowledge management di unit mereka maing-masinh, di antaranya mengadakan, mengembangkan memanfaatkan perpustakaan, mengadakan kegiatan sharing pengetahuan, karya inovasi dll.
Selain itu, setelah dua kali menjadi nominator dalam MAKE AWARD, tahun 2009 ini kami bertekad agar dapat masuk best 10.
Yang lain, pemberian reward tertentu kepada pegawai yang menjadi juara dalam lomba karya inovasi, baik di tingkat regional/internal PJB, maupun dalam lomba tingkat nasional PLN.
Manfaat apa saja yang sudah dirasakan manajemen dengan penerapan KM ?
Alhamdulillah banyak sekali manfaatnya. Dari KM, contohnya, perusahaan mampu mendokumentasikan pengetahuan, pengalaman yang didapatkan dari pekerjaan mereka sehari-hari sehingga dapat dilakukan transfer knowledge, mengingat bahwa ilmu pembangkitan masih sangat langka di Indonesia.
Bayangkan jika kami tidak bisa mengambil pelajaran dari pengalaman yang sudah ada, tentu proses produksi tidak efisien. Tiap ada masalah kami harus mulai dari nol. Selain dari segi keuangan akan mahal, hal itu juga berakibat sangat fatal.
Nah dengan menerapkan Knoledge Management, khususnya dari karya-karya inovasi maupun practice sharing, dihasilkan Standard Operation Procedures baru, serta memperbaiki SOP lama yang perlu dikembangkan. Tentunya hal ini memberikan nilai tambah bagi manajemen dalam pengelolaan bisnis.
Demikian juga sebagai salah satu upaya dari internalisasi budaya pembelajar. Membangun suatu mekanisme penyebaran informasi dan pengalaman dari SDM yang ada, membantu terbentuknya learning organization. Yang jelas, belajar bukan lagi menjadi hal yang memberatkan bagi setiap insan di PJB. Kesiapan individu untuk belajar adalah modal penting bagi mereka untuk belajar secara berkesinambungan dan melakukan inovasi.
Dalam kondisi bisnis yang normal, kami yakin tetap mempunyai competitive advantage. Dan dalam situasi eksternal bisnis yang sekarang pun, improvement dan inovasi cara operasi yang selalu di update diyakini akan membantu kami menghadapi tuntutan perkembangan teknologi yang diperlukan.
Pembuatan Prototipe Knowledge Management System sebagai pendukung proses pengolahan informasi standardisasi perdagangan studi kasus BSN
Perkembangan tkenologi baik di bidang komunikasi maupun transportasi telah menyatukan kegiatan ekonomi dunia. Akibatnya, persaingan perdaganganpun menjadi persaingan global. Apa yang telah mereka capai dalam bisnis pada masa sebelum ini, belum tentu mampu membuat mereka bertahan dimasa mendatang. Perusahaan /organisasi yang bisa bertahan adalah mereka yang sanggup memberi kualitas, nilai, pelayanan, inovasi dan kecepatan bagi konsumennya. Untuk itu, perusahaan/ organisasi tidak lagi hanya bergantung pada modal finansial, ttp juga pada knowledge (pengetahuan) sebagai faktor pendukung utama. Berdasarkan kondisi tersebut, banyak organisasi semakin menyadari pentingnya mengelola dan memanfaatkan sebaik-baiknya engetahuan yang mereka miliki, agar dapat menjadi competitive advantage bagi perusahaannya. Untuk itu penerapan Knowledge Management (KM) menjadi suatu kebutuhan bagi suatu organisasi. Hal ini tidak terbatas pada perusahaan bisnis semata ttp juga oleh organisasi nir laba seperti badan pemerintah. Terutama badan pemerintah yang berfungsi mendukung perdagangan dunia. Organisasi ini memerlukan KM untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) mereka, agar mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi pemerintah dan masyarakat. Tesis ini memfokuskan pada analisis, perancangaan dan pembuatan prototipe Knowledge Management System untuk mendukung kegiatan pengolahan informasi standardisasi perdagangan. Tesis yang menggunakan kerangka kerja dari Amrit Tiwana ini mengambil sstudi kasus Badan Standardisasi Nasional (BSN). Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan KMS selanjutnya sehingga dapat memberikan dukungan yang berarti bagi kegiatan standardisasi BSN.
KECEWA DENGAN FEDEX
Pada 4 April lalu, pelanggan membeli hand phone (HP) bekas merek Samsung dari lelang online. Harganya US$ 71, masih ditambah dengan Shipping & Handling Costs sebesar US$ 17 (invoice-nya ada dan lengkap). Dengan begitu, jika ditotal, biaya yang mesti pelanggan keluarkan adalah sebesar US$ 88. Untuk itu, pelanggan melakukan pembayaran dengan menggunakan kartu kredit (ada bukti tagihan).
Setelah urusan transaksi selesai, proses berikutnya pihak penjual mengirim barang yang dimaksud melalui FedEx (No. BL/AWB 0236693 0474 & 860594717227), dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada 12 April. Sampai di situ, di luar dugaan pelanggan, masalah tiba-tiba saja timbul. Pihak FedEx meminta palanggan membayar tambahan sebesar Rp 763.280. Tapi, yang membuat pelanggan heran, sebelum pelanggan menyetor uangnya, rincian biaya tambahan tersebut tidak dijelaskan.
Singkat cerita, setelah berdebat cukup alot, akhirnya pelanggan mendapatkan rinciannya, seperti berikut: 1. Duty & Tax : Rp 402.216
2. Advance fee 2,5% : Rp 10.055
3. Handling fee : Rp 250.000
4. VAT : Rp 26.006
5. Bank administration : Rp 75,000
Total : Rp 763.280
Kendati begitu, pelanggan tetap tidak mau membayarnya. Masalahnya, ketika pelanggan menanyakan asal dan dasar perhitungan pada pos pajak, menurut petugas FedEx yang melayani pelanggan menjelaskan bahwa pihak Bea dan Cukai telah menaikkan Nilai Pabean menjadi US$ 300. Dari mana angka sebesar ini? Juga tidak jelas. Padahal, jika dicermati lebih dalam lagi, harga baru HP bekas yang pelanggan beli itu tidak lebih dari US$ 150.
Begitu pula ketika pelanggan menanyakan dasar hukumnya Bea dan Cukai menaikkan Nilai Pabean barang tersebut yang notabene hanya 1 buah, dan barang bekas pula. Lagi-lagi pelanggan dibuatnya kecewa karena tidak ada jawaban yang memuaskan. Dan kekesalan pelanggan makin memuncak karena seharian hanya dioper ke sana-kemari. Mereka (baik petugas dari FedEx maupun Bea dan Cukai) saling melempar tanggung jawab.
Ujung-ujungnya, ketimbang habis energi dengan percuma, pelanggan pun memilih mencari peraturan yang menyebutkan soal pembebanan biaya tambahan tadi. Setelah ditemukan, alangkah terkejutnya pelanggan ketika membaca Undang-Undang dan Peraturan Bea dan Cukai yang berkaitan dengan Impor. Di dalam UU No. 17 tahun 2006, Pasal 15 ayat 1, ternyata menyebutkan secara tegas bahwa nilai pabean adalah nilai transaksi.
Dan untuk lebih meyakinkan, kemudian pelanggan juga mengecek peraturan Dirjen Bea dan Cukai No. P-05/BC/2006 dan BTBMI 2007 (HS code). Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa untuk jenis telepon seluler, ternyata bea masuknya 0%. Tentunya, karena dibebankan nilai pabean yang ngawur dan tanpa dasar hukum yang jelas, pelanggan merasa sangat dirugikan, terutama dalam penentuan PPN 10% dan PPh impor (pasal 22) sebesar 7,5%.
Negara kita adalah negara hukum. Jika FedEx dan Bea dan Cukai menerapkan hukum yang tidak jelas dasar hukumnya, niscaya akan membuka celah terjadinya tindak korupsi dan kolusi yang sedang giat-giatnya diberantas. Pelanggan bukannya tidak mau membayar pajak. Pelanggan bersedia jika dasar hukumnya jelas, bukan pungutan liar yang mengatasnamakan pajak.
Mengapa pelanggan sebut tidak jelas, berikut alasan, fakta, dan data yang berhasil pelanggan inventarisasi:
– Soal handling fee, apa kaitannya dengan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai? Apa lagi dikait-kaitkan dengan P-05/BC/2006. Di pasal berapa ada soal handling fee diatur? Toh, pihak FedEx tidak juga bisa menjawabnya. Lagi pula, jelas-jelas pelanggan sudah membayar shipping & handling fee ke pihak penjual.
– Soal advance fee yang dikenakan kepada konsumen sebesar 2,5% dari Duty & Tax, pihak FedEx benar-benar telah menginjak-injak hukum dan peraturan yang telah dibuat oleh Menkeu serta Dirjen Bea dan Cukai. Aturan mana yang membolehkan memungut fee atau biaya atas pajak?
– Soal VAT (value added tax) yang 10% (dari advance fee + handling fee), juga apa dasarnya? Benar-benar sudah keterlaluan. Sebab, pungutan ini sangat mengada-ada.
– Soal bank administration yang dibebankan kepada konsumen Rp 75.000, ini juga sangat tidak masuk akal. Setoran pajak adalah tanggung jawab perusahaan penyelenggara jasa, dalam hal ini FedEx. Dulu, waktu pelanggan menerima barang melalui Kantor Pos atau perusahaan lain, nyatanya tidak ada pungutan bernama biaya bank administration sebesar itu.
Dikutip oleh : (http://www.majalahtrust.com/indikator/surat/1236.php)
INILAH.COM, New York – Sebagai perusahaan ekspedisi selalu dibutuhkan pergerakan cepat demi memuaskan pelanggan. Namun di tengah upaya bergegas itu FedEx ditimpa masalah yang merupakan buntut dari krisis global.
Perusahaan logistik yang berbasis di AS ini juga menjadi salah satu korban resesi ekonomi global. Salah satu anak peruasahaan mereka, FedEx Freight, terpaksa mem-PHK sekitar 900 pekerja di 130 fasilitas mereka.
Hal itu dipicu oleh kondisi ekonomi yang makin sulit diprediksikan dan persaingan tarif di antara perusahaan jasa ekspedisi.
Penurunan di industri pengangkutan less-than-truckload (LTL) yang biasanya layanan untuk perusahaan otomotif dan ritel ini cukup besar. FedEx terimbas pelemahan dua sektor ini.
Kendati memangkas jumlah karyawan cukup besar, namun beberapa karyawan masih diberikan kesempatan untuk pindah ke divisi lain di lingkungan perusahaan. Pilihan lainnya, menganggur sementara dan menunggu panggilan kembali dalam waktu dekat.
Namun, FedEx menegaskan bahwa PHK ini tak akan mengganggu kinerja mereka dalam melayani konsumen.
“Terjadi banyak penurunan di pasar LTL dan persaingan tarif pun semakin agresif di kalangan perusahaan carrier,” kata Direktur Manajemen Isu dan Krisis FedEx Maury Lane, dalam pernyataan tertulis yang dilansir Reuters, Selasa (10/2).
PHK itu juga tak mempengaruhi keseluruhan aktivitas unit LTL FedEx secara nasional.
Dikutip oleh : http://www.inilah.com/berita/ekonomi/2009/02/10/82587/gerak-fedex-tak-lagi-cepat/
Contoh Kasus
Fedex baru-baru ini membuat sebuah perintah berupa program peningkatan kinerja
untuk semua pegawai perusahaan yang berhadapan dengan pelanggan baik itu
bertatap muka atau melalui telepon.Tujuan utama dari profram ini adalah (1) untuk
melengkapi pemusatan pengembangan isi pelatihan sementara pemecahan
berlangsung dan (2) untuk mengaudit kemampuan pekerja mengulang apa yang telah
mereka pelajarai.
Pay for performance program terdiri dari tes pengetahuan pekerjaan yang terhubung
kepada pembelajaran video interaktif (IVI) pelatihan kurikulum terakses pada pusat
kerja di lebih dari 700 lokasi nationwide. Lebih dari 35.000 Federal Express yang
bekerja dengan pelanggan sekitar Negara diminta untuk mengambil tes pengetahuan kerja setiap tahun via terminal computer pada lokasi mereka bekerja. Tes, yang mana
ukuran pekerjaan pengetahuan dari spesifik pekerjaan mereka, koresponden dengan
pekerjaan evaluasi setiap tahun. Faktanya, hasil dari tes kira-kira 1-10 dari rating kinerja
pekerjaan.
Melalui tes pekerja yang berhubungan dengan pelanggan pada pelayanan pengetahuan produk, kebijakan, dan berbagai aspek dari pekerjaan mereka, fedex memperoleh 2 keuntungan utama, sesuai dengan William Wilson, manager pelatihan
dan penguji teknologi
1. Semua operasi para pekerja dari buku yang sama, meyakinkan bahwa semua
pelanggan akan menerima informasi yang akurat dan konsisten setiap transaksi.
Hal ini membantu menjaga ketinggian level pelayanan dan komitmen untuk
kualitas
2. Para manager memiliki cara objektif untuk mengukur pengetahuan semua
pekerja yang berhubungan dengan pelanggan.
Federal express menyediakan beberapa insentif untuk pekerja yang cepat dalam
belajar. Contohnya, para pekerja dibayar untuk dua jam persiapan tes utama untuk
setiap tes, dua jam dari waktu tes, dan dua jam sebelum tes.
Saat ini jumlah rata-rata waktu yang digunakan untuk program IVI kira-kira 132.000 jam
per tahun.
Hal ini sama kira-kira 800 satu hari kelas dengan 20 pekerja dibawah
pelatihan tradisional. Para pelatih dibutuhkan dan bukan biaya perjalanan yang ada.
Desain tes pengetahuan pekerjaan untuk Constant Updating
Federal Express juga mengembangkan program tes yang disebut QUEST (Quality
Using Electronik Sistems Training) untuk meyakinkan bahwa semua tes belajar benar,
relevan, adil, dan mendapatkan standar belajar. Hal ini dilakukan melalui penyusunan
focus grup dari para pelatih, manajer dan para pemegang kewajiban pekerjaan. Fokus
grup didesain pada setiap tes, yang mana terdiri dari pertanyaan pilihan ganda yang
menyinggung pada semua aspek penting dari pekerjaan pekerja.
Pengunaan pengetahuan sesama anggota, focus grup membuat daftar survey critical
task untuk setiap pekerjaan. Para pekerja dengan pekerjaan-pekerjaan mereka diminta
untuk tugas yang sangat penting. Fokus grup kemudian menullis pertanyaan tes berdasar pada persoalan mereka, membuat hati-hati termasuk pertanyaan yang mana secara
langsung menyinggung aktifitas yang mana mengikat para pekerja.
Langkah terakhir sebelum mengimplementasikan belajar berbasis teknologi untuk
beberapa pilot testing. Pada tahap ini, subject matter para ahli dan staf psikologi industri menguji setiap pertanyaan yang mungkin ditafsirkan sebagai dasar ketidakjujuran pada jumlah pekerja yang gugur. Seluruh proses dari formasi focus grup melalui ketepatan tes dan implementasi mengambil kira-kira 15-18 bulan.
Untuk menjaga tes tepat pada waktunya, fedex memiliki original focus grup menemui
triwulan untuk mendiskuiskan keberadaan pertanyaan tes untuk meyakinkan bahwa
mereka masih benar. Grup juga meluangkan waktu menulis pertanyaan baru. Dilain
waktu, fedex telah membangun beberapa ratus bank soal untuk setiap tes. Jika
pertanyaan terhapus, mereka mengambil dari bank dan pertanyaannya sama-sama
berbobot yang dimasukkan dari topic yang sama.
Fedex telah menemukan bahwa program otomatis QUEST menyimpan waktu dalam
clerical dan aktifitas administrasi karena computer melakukan semua scoring,
recordkeeping, item analysis, dan score reporting. Fitur tambahan dari program adalah
real-time registration, real-time test score reporting, dan item analysis.
Sukses pembelajaran video interaktif pada Fedex,
Fedexyang mana telah berinvestasi uang dalam jumlah besar untuk belajar berbasis
teknologi, cepat mengangkat beberapa keuntungan dan menyimpan untuk perusahaan.
Pembelajaran internal pada fedex terlihat bahwa sistem tersebut hanya untuk pada
saat berlangsungnya proses pelatihan. Waktu pembelajaran pada beberapa modul
telah dikurangi 50 persen dengan tanpa kehilangan ingatan atau kualitas dari pelatihan.
Sejak implementasi dari pelatihan video interaktif, nilai tes pengetahuan pekerjaan
meningkat sekita 20 poin. penggunaan pelatihan video interaktif meningkatkan skor tes pengetahuan pekerjaan. Saat menghubungkan skor tes dan tingkat evaluasi pengetahuan. Fedex belajar bahwa umumnya para pekerja yang memiliki skor tertinggi
pada tes, faktanya kinerja perusahaan lebih baik.
Fedex sungguh-sungguh percaya bahwa menurut filosofi ³kereta untuk bekerja, kinerja
standar, dan tes untuk kompetensi ³memenuhi pelanggan dengan program jaminan
tambah nilai yang menterjemahkan kedalam pelayanan outstanding dan competitive
edge. Pelatihan yang baik, berpengetahuan, memberi kekuasaan pekerja mendukung
filosofi tersebut dan tujuan perusahaan dari 100 persen kepuasaan pelanggan.
Dikutip oleh :http://72.14.235.132/search?q=cache:AfQ_9EV315QJ:tpers.net/wp-content/uploads/2008/05/penambahan-kekuatan-teknologi.pdf+pengetahuan+penting+di+fedex&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a
Fitur
Service Features Fitur layanan
Inaccessible dangerous goods may be shipped via: Inaccessible barang berbahaya dapat dikirimkan melalui:
• FedEx Priority Overnight ® FedEx Priority Overnight ®
• FedEx Standard Overnight ® Standar Overnight FedEx ®
• FedEx 2Day ® FedEx 2Day ®
• FedEx Express Saver ® FedEx Express Saver ®
• FedEx 1Day ® Freight FedEx ® 1Day Freight
• FedEx 2Day ® Freight FedEx 2Day ® Freight
• FedEx 3Day ® Freight FedEx ® 3Day Freight
• FedEx International Priority ® FedEx ® International Prioritas
• FedEx International Priority DirectDistribution ® FedEx International Prioritas DirectDistribution ®
• FedEx International Economy ® (US to Canada and Puerto Rico only) FedEx International Economy ® (US ke Kanada dan Puerto Riko saja)
• FedEx International Premium ® FedEx ® International Premium
• FedEx International Priority ® Freight FedEx ® International Freight Prioritas
• FedEx International Priority DirectDistribution ® Freight FedEx Prioritas DirectDistribution ® International Freight
• FedEx International Express Freight ® FedEx International Express Freight ®
• FedEx International Airport-to-Airport SM FedEx Bandara Internasional ke Bandara SM
FedEx First Overnight ® and FedEx International First ® accept dry ice only. Pertama Overnight FedEx ® dan FedEx ® International Pertama hanya menerima es kering. Dangerous goods cannot be shipped via FedEx SameDay ® and FedEx ® International Next Flight. Barang berbahaya tidak dapat dikirimkan via FedEx SameDay ® dan FedEx ® International Berikut Penerbangan.
Accessible dangerous goods may be shipped via: Diakses barang berbahaya dapat dikirimkan melalui:
• FedEx Priority Overnight FedEx Priority Overnight
• FedEx 1Day Freight FedEx 1Day Freight
• FedEx International Priority FedEx International Prioritas
• FedEx International Premium FedEx International Premium
• FedEx International Priority Freight FedEx International Priority Freight
• FedEx International Express Freight FedEx International Express Freight
Restrictions Pembatasan
These restrictions apply to dangerous goods irrespective of the FedEx ® service being used. Pembatasan ini berlaku untuk barang berbahaya terlepas dari FedEx ® layanan yang digunakan.
• Dangerous goods cannot be placed in FedEx Express ® Drop Boxes. Barang berbahaya tidak dapat ditempatkan di FedEx Express ® Drop Box.
• Dangerous goods cannot be placed in FedEx mail slots. Barang berbahaya tidak dapat ditempatkan di FedEx mail slot.
• Most FedEx World Service Center ® locations do not accept dangerous goods shipments. Paling FedEx World Service Center ® lokasi tidak menerima pengiriman barang berbahaya.
FedEx Express ® dangerous goods and dry-ice shipments cannot be shipped from FedEx Office Print & Ship Centers SM or FedEx Authorized ShipCenter ® locations. FedEx Express ® berbahaya dan barang-es kering pengiriman tidak dapat dikirimkan dari FedEx Kantor Pusat Cetak & Kapal SM atau FedEx Authorized ShipCenter ® lokasi.
Pelajaran dari ‘OneCall’
Menyusul revolusi Internet di akhir 1990an, FedEx melihat peluang untuk mengurangi biaya pelayanan pelanggan melalui Internet. Pelanggan yang sebelumnya harus menghubungi call center untuk melacak paket mereka bisa dialihkan ke situs web perusahaan. Dengan cara tersebut, FedEx menghitung akan mampu menghemat jutaan USD per bulannya. Selain itu, pelanggan juga tidak perlu lagi menunggu antrian di telepon yang diharapkan akan meningkatkan kepuasan mereka.
Maka pada tahun 1999 FedEx membangun sebuah situs web yang memungkinkan pelanggan memasukkan kode pelacakan paket mereka dan melacak posisi paket mereka secara real time. Apa yang terjadi setelah itu? Apakah memang benar jumlah panggilan telepon yang masuk ke call center turun drastis?
Ternyata tidak. Alih-alih menurunkan jumlah panggilan telepon, kualitas pertanyaan yang diajukan lewat call center semakin sulit dan canggih. Para pelanggan yang kebanyakan masih belum terbiasa dengan situs web tersebut mengajukan pertanyaan-pertanyaan teknis yang sering tidak bisa dijawab oleh para penerima telepon. Yang menambah masalah adalah ternyata kebanyakan karyawan FedEx di call center belum pernah melihat situs web FedEx. Karena tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mereka terpaksa mengoperkan panggilan telepon pelanggan ke karyawan lain yang berkompeten. Kadang panggilan tersebut harus dioper beberapa kali untuk mencari karyawan yang mampu menjawab pertanyaan bersangkutan. Pelanggan sekarang harus menunggu lebih lama di antrian, dan kalaupun panggilan mereka dijawab, mereka harus dioper beberapa kali lagi. Bukannya meningkat, kepuasan pelanggan turun dengan cepat.
Para manajer senior perusahaan tentu langsung turun tangan. Sebelumnya job description para karyawan di call center memang dispesialisasi. Mereka hanya dilatih untuk melacak paket pelanggan, bukan memberikan solusi lain. Pendekatan seperti itu ternyata sudah basi. FedEx segera saja meluncurkan program OneCall, dengan tujuan semua karyawan call center bisa menjawab seluruh pertanyaan pelanggan melalui telepon tanpa harus mengoperkan ke karyawan lain. Untuk mencapai tujuan tersebut, semua karyawan di call center diberi pelatihan Internet dan situs web perusahaan, di samping bagaimana menyelesaikan masalah-masalah pelanggan lainnya.
Cara penilaian karyawan call center yang sebelumnya difokuskan pada jumlah panggilan yang ditangani per hari juga harus diganti. Penilaian seperti itu akan membuat karyawan menyelesaikan percakapan dengan cepat agar jumlah panggilan yang diterima bisa meningkat. Tetapi hal itu justru bertolak belakang dengan tujuan OneCall yang ingin meningkatkan kepuasan pelanggan karena masalah mereka bisa diselesaikan tanpa harus dioper ke sana kemari. Sekarang ini, para karyawan dinilai berdasarkan tingkat kepuasan pelanggan yang terdiri dari beberapa faktor penilaian seperti efisiensi, akurasi, dan keramahan.
Barulah kali ini FedEx berhasil mencapai tujuannya. Hasil yang diperoleh cukup signifikan. Hanya dalam hitungan bulan, FedEx berhasil mendapatkan tambahan pendapatan puluhan juta USD dari penjualan tambahan ke pelanggan yang puas. Setelah program ini diluncurkan secara luas, ratusan juta USD tambahan berhasil diraup.
Apa yang bisa kita pelajari dari cerita di atas? Untuk melaksanakan inovasi proses semacam itu dengan sukses, perusahaan harus menyelaraskan elemen-elemen lain dalam perusahaan. Perusahaan adalah sebuah sistem yang cukup rumit. Perubahan pada satu titik dalam sistem tanpa merubah bagian lainnya tidak akan berhasil. Seperti pada cerita di atas, perubahan yang langgeng hanya terjadi setelah para karyawan diberi sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalani perubahan tersebut seperti pelatihan ulang. Sistem insentif perusahaan juga diganti agar selaras dengan tujuan inovasi (baca juga: Mengukur Dengan Benar). Peran kepemimpinan tentu dibutuhkan untuk merubah sistem di atas. Ada kalanya, untuk perubahan yang lebih drastis, struktur organisasi dan budaya perusahaan mungkin perlu dirombak juga. Singkatnya, semua proses dan bagian dalam sistem harus ditata ulang agar tidak ada bagian yang ketinggalan atau berjalan ke arah yang berlawanan.
Inovasi sebaik apapun, tanpa mempertimbangkan sistem di mana inovasi tersebut dijalankan, akan gagal.
( http://www.itpin.com/blog/ )
FedEx Corporation
FedEx Corporation menyediakan transportasi, e-commerce, dan layanan bisnis di Amerika Serikat dan internasional. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1971 dan berkantor pusat di Memphis, Tennessee.
Frederick W. Smith adalah Ketua, Presiden dan CEO dari FedEx Corporation, a $ 38-miliar global transportasi, logistik dan layanan bisnis perusahaan. Lahir pada 1944 di Marks, Miss, dihadiri Yale Universitas Smith, di mana dia yang gelar BA pada tahun 1966. Smith menjabat sebagai pejabat di US Marine Corps 1966-1970.
Smith bertanggung jawab untuk memberikan arah strategis untuk semua FedEx Corporation operasi perusahaan, termasuk Layanan FedEx, FedEx Express, FedEx Ground dan FedEx Freight. FedEx melayani lebih dari 220 negara dan wilayah dengan operasi yang mencakup lebih dari 677 pesawat dan 80.000 kendaraan. Lebih dari 290.000 anggota tim di seluruh dunia menangani lebih dari 8 juta pengiriman setiap hari kerja. Sejak didirikan pada tahun 1971 FedEx, Smith telah aktif penyokong dari reformasi regulasi, perdagangan bebas dan “buka langit perjanjian” untuk penerbangan di seluruh dunia.
FedEx terus untuk memperkuat para pemimpin industri selama 35 tahun, dan telah diakui secara luas untuk komitmennya untuk total kualitas layanan. FedEx Express adalah layanan pertama perusahaan untuk memenangkan Malcolm Baldrige Nasional Quality Award pada tahun 1990. FedEx telah dilakukan secara konsisten di peringkat FORTUNE majalah daftar industri, termasuk “World’s Most penghargaan Perusahaan,” “America’s Most penghargaan Perusahaan”, “100 Best Companies to Work For” dan berada dalam FORTUNE’s “Blue Ribbon Perusahaan daftar. ”
Smith menjabat pada papan besar dari beberapa perusahaan publik dan St Jude Children’s Hospital dan Research Foundation Boards Mayo. Dia dulu ketua Dewan Gubernur untuk International Air Transport Association dan US Air Transport Association. Smith adalah anggota dari Business Roundtable, di Institut CATO dan co-ketua dari Energi Kepemimpinan Dewan Keamanan. Dia menjabat sebagai ketua dari US-Cina Business Council dan pada saat ini adalah ketua dari Perancis-American Business Council. Selain itu, Smith menerima Circle kemuliaan Penghargaan dari ikhtisar Medal of Honor Foundation dan dinamai 2006 Person of the Year oleh French-American Chamber of Commerce. Dia adalah anggota dari Aviation Hall of Fame, bersama-sama menjabat sebagai ketua dari US Memorial Perang Dunia II Project, dan bernama Chief Executive majalah 2004 “CEO of the Year.”
FedEx beroperasi dalam 4 segmen:
1. FedEx Express
FedEx Express segmen yang menawarkan berbagai layanan pengiriman untuk pengiriman paket dan kargo. Segmen ini juga menyediakan layanan perdagangan internasional khusus adat broker dan distribusi global kargo; adat izin layanan, serta perdagangan global data, informasi alat yang memungkinkan pelanggan untuk melacak dan mengatur impor dan perdagangan internasional penasehat layanan, termasuk bantuan dengan bea cukai perdagangan-program kemitraan terhadap terorisme.
2. FedEx Ground
FedEx Ground di segmen bisnis dan perumahan memberikan uang-kembali-dijamin tanah paket layanan.
3. FedEx Freight
FedEx Freight segmen yang menawarkan kurang dari sepenuh truk-pengiriman jasa-lama menyeret LTL pengiriman layanan, dan udara forwarding layanan antara Amerika Serikat dan Puerto Rico.
4. FedEx dan Layanan
FedEx Layanan yang menyediakan segmen penjualan, pemasaran, dan dukungan teknologi informasi, serta dukungan layanan pelanggan; cetak dan kantor pelayanan; dokumen solusi bisnis dan layanan, dan solusi rantai pasokan.
Visi dan Misi dari FedEx adalah menghasilkan pendapatan finansial yang tinggi untuk pemegang saham dengan menyediakan rantai suplai, transportasi, bisnis dan jasa informasi yang berhubungan dengan nilai tambah yang tinggi melalui perusahaan yang beroperasi secara terfokus. Dengan bisnis utamanya mengirimkan barang ke hampir seluruh belahan dunia. Akan tetapi, perusahaan tersebut berkembang bukan karena bisnis utama mereka, tetapi karena FedEx memiliki pengetahuan yang mendalam dan teknologi yang canggih di bidang barcode, komunikasi nir-kabel, manajemen jaringan, dan program linear mereka. Kebutuhan pelanggan dipertemukan dalam kesesuaian dengan gaya kualitas tertinggi untuk masing-masing segmen pasar yang dilayani. FedEx akan berusaha keras mengembangkan hubungan penghargaan secara bermutu dengan karyawannya, partnernya dan suplaiernya. Keselamatan akan dinomorsatukan dalam operasinya. Aktivitas perusahaan akan menghantarkan ke etika tertinggi dan standar profesional.
Faktor-faktor pendukung inilah yang membuat FedEx memiliki status istimewa, jika dibandingkan dengan perusahaan lain yang bekerja di bidang yang sama. Tanpa ini, FedEx mungkin hanya satu perusahaan di antara banyak perusahaan lainnya, yang bergerak di bidang pengiriman barang.
http://about.van.fedex.com/executive_bios/frederick_w_smith?bio=1
http://msuyanto.com/baru/wp-content/uploads/2008/09/menciptakanvisi-misirevolusioner.doc

Jatuh cinta dengan design-design tas dari Mulberry? and it looks like we’re going to be addicted to their footwear too. Menggandeng designer sepatu asal inggris Jonathan Kelsey, untuk membuat sepatu khusus wanita pertamanya. Tidak tanggung-tanggung Jonathan Kelsey langsung membuat 5 design sepatu yg berbeda yaitu, the ridding boot, the ankle boot, the cropped bootie, the platform pump dan the men’s shoe (a modern flat lace-up that’s already captured our hearts). Uh.. really love to have one….

Bosen dengan kacamata anda. Tapi mau ganti frame kacamata ga murah. Mendingan jatuhkan pilihan kamu pada kacamata ini. Kamu bisa gonta-ganti warna frame kacamata kamu dengan tinta. Mau warna yang berbeda, cukup bikin campuran warna tintanya, maka frame kacamata kamu akan berbeda dengan yang lain.


Fisheye No2, kolaborasi spesial Paul Smith dengan Lomography Cameras. Kelebihannya yaitu Metal body, view 180o, Bulb Setting buat long exposures, multiple exposures, built-in flash, dan true view finder dan tentu saja logo dan pattern Paul Smith. Dapetin seharga $ 150.0 di Paul Smith.co.uk. More pics after the jump.
Info & Pics : Paulsmith.co.uk
